Lawan Gugatan MAKI, KPK Bawa 14 Bukti Pengusutan Kasus Harun Masiku

Laporan: david
Senin, 19 Februari 2024 | 18:55 WIB
Gedung KPK (SinPo.id/ Dok. KPK)
Gedung KPK (SinPo.id/ Dok. KPK)

SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa 14 bukti surat untuk menjawab gugatan praperadilan yang dilayangkan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Permohonan praperdilan MAKI terkait penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka mantan calon legislatif (caleg) PDI Perjuangan (PDIP) Harun Masiku.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan hanya ada empat bukti dari belasan tersebut yang berkaitan dengan pengusutan Harun.

"Ada 14, tapi yang utama cuma 4 karena yang bukti 5 sampai terakhir itu hanya putusan praperadilan di mana kami sering 'berkelahi'," ujar Boyamin di PN Jakarta Selatan, Senin 19 Februari 2024.

Boyamin menilai belum ada tindakan resmi dari KPK di bawah Ketua Sementara Nawawi Pomolango untuk menangkap Harun Masiku yang sudah lama masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Seingat Boyamin, KPK terakhir kali memburu Harun pada 2023 dengan Surat Perintah Penyidikan/Penangkapan yang ditandatangani oleh Firli Bahuri yang saat itu menjabat Ketua KPK.

"Ada Sprindik baru tanggal 5 Mei 2023 ditandatangani oleh Firli waktu masih jadi Ketua KPK, dilengkapi surat perintah penyitaan, tapi yang disita alatnya apa saja saya enggak baca, hanya perintah penyitaan terkait dengan pelakunya Harun Masiku," tutur Boyamin.

"Terus Surat Perintah Penangkapan terbaru tanggal 26 Oktober 2023. Ini juga berarti tidak ada surat perintah yang di-endorse oleh Pak Nawawi Pomolango setelah dia dilantik jadi Ketua Sementara," sambungnya.

Dalam permohonan praperadilannya, Boyamin beranggapan penyidikan terhadap Harun telah dihentikan KPK. Hal itu dibuktikan dari belum ditemukannya Harun yang berstatus buron.

"Atas keengganan KPK sidang in absentia, maka aku dalilkan KPK telah menghentikan penyidikan secara materiel sehingga untuk mendobraknya perlu langkah gugatan praperadilan," ucap Boyamin.

Diberitakan sebelumnya, KPK menyatakan menilai belum ada urgensi untuk mengadili perkara Harun secara in absentia atau tanpa kehadiran terdakwa.

"Iya (belum ada urgensi). Penegakan hukum korupsi ada tujuannya di antaranya efek jera pelakunya sehingga bukan sekadar formalitas menyelesaikan sebuah perkara," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat 5 Januari 2024.

Ali menjelaskan persidangan in absentia untuk setiap perkara termasuk pihak pemberi suap bisa saja dilakukan. Akan tetapi, efektivitas dari penanganan perkara harus tetap dipenuhi.

"Pemberi enggak bisa di-TPPU kan dan lain-lain, hanya sebatas yang ia berikan saja yang dipertanggungjawabkan," ucap Ali.

"Beda dengan penerima. Bisa yang ia terima dari terdakwa dan pihak-pihak lain," sambungnya.

Ubtuk diketahui, Harun diduga menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR namun meninggal dunia. Harun diduga menyiapkan uang sekitar Rp850 juta untuk pelicin agar bisa melenggang ke Senayan.sinpo

Komentar: