Pembangunan Dermaga Eksekutif Baru Bukan Solusi Kasus Monopoli ASDP

Laporan: Tisa
Senin, 15 Februari 2021 | 10:05 WIB
Pemerhati dan praktisi transportasi laut Bambang Haryo Soekartono (Foto: Ist.)
Pemerhati dan praktisi transportasi laut Bambang Haryo Soekartono (Foto: Ist.)

sinpo, JAKARTA - Rencana PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) membangun dermaga eksekutif baru khusus untuk kapal ferry swasta di lintasan Merak-Bakauheni dinilai tidak tepat serta upaya mengalihkan isu monopoli dan pelanggaran hak-hak konsumen kapal eksekutif oleh BUMN itu. 

Pemerhati dan praktisi transportasi laut Bambang Haryo Soekartono mengatakan, pembangunan dermaga eksekutif baru tidak menyelesaikan masalah di Merak-Bakauheni.

Masalah ini, kata dia. akibat monopoli dan pelanggaran hak konsumen untuk mendapatkan pelayanan kapal eksekutif sesuai dengan standar, baik dari segi ukuran, usia kapal, kecepatan, maupun kenyamanan.

"Meskipun dermaga eksekutif baru akan dikhususkan untuk kapal swasta, itu bukan solusi. ASDP jangan mengalihkan isu monopoli dan pelanggaran hak konsumen dengan membangun dermaga eksekutif baru yang sampai saat ini belum jelas perencanaannya," jelasnya melalui keterangan pers, Senin (16/02/20201).

Ia mengharapkan agar ASDP fokus membenahi dermaga eksekutif yang sudah ada dengan menempatkan kapal-kapal sesuai standarisasi eksekutif.

"Seperti yang sudah ada di kapal-kapal ferry swasta terbaik," ucap pria yang juga Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur ini.

Ia menambahkan, Merak-Bakauheni justru butuh tambahan dermaga ekonomi supaya kapal-kapal di lintasan tersibuk di Indonesia itu bisa beroperasi secara optimal untuk melayani masyarakat.

Saat ini di lintasan Merak-Bakauheni terdapat 7 pasang dermaga, termasuk satu dermaga eksekutif, sedangkan armada yang beroperasi 74 unit sehingga setiap dermaga digilir untuk 10-11 kapal. 

Padahal, kata Bambang Haryo, tiap dermaga ekonomi idealnya melayani 6 kapal (4 kapal operasi dan 2 kapal off) atau total 36 kapal ekonomi per hari. 

Akibat dermaga lebih sedikit, hanya 35% dari 74 kapal ferry yang dapat beroperasi di lintasan itu per tahun. Sisanya terpaksa lego jangkar di luar area pelabuhan menunggu giliran operasi.

Kekurangan dermaga ekonomi menyebabkan utilisasi kapal-kapal di lintasan itu sangat rendah (under-utilize) sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi. 

Bebannya tidak hanya ditanggung oleh operator kapal, konsumen juga dirugikan karena tarif menjadi mahal karena biaya operasional kapal tinggi.

Hal ini menyebabkan, waktu tempuh pelayaran lebih lama, dan ketersediaan kapasitas angkut tidak maksimal. 

"Untuk menyesuaikan jadwal operasi yang terbatas, kapal-kapal ekonomi terpaksa mengurangi kecepatannya," ungkapnya.

Padahal, lanjut dia, kecepatan mereka banyak yang di atas 15 knot atau bisa 1 jam pelayaran seperti standar kapal eksekutif, tetapi 'dipaksakan' jadi 2-3 jam. 

"Kondisi ini akibat jumlah kapal banyak tetapi dermaganya kurang, " imbuhnya. 

Berdasarkan kondisi itu, anggota DPR RI periode 2014-2019 ini mengatakan, Pelabuhan Merak dan Bakauheni idealnya memiliki 2 kali lipat jumlah dermaga saat ini atau 14 pasang dermaga supaya 70% armada di lintasan itu bisa beroperasi.

Tugas pemerintah dan ASDP, kata dia, adalah segera menambah dermaga ekonomi, bukan bangun dermaga eksekutif lagi.

"Rakyat jangan ditekan supaya bayar lebih mahal untuk mendapat kecepatan waktu tempuh dengan menggunakan dermaga eksekutif," tegas Bambang Haryosinpo

Komentar: