Yusril Nilai Putusan UU Ciptaker Berpotensi Melumpuhkan Pemerintah, Solusinya?

Laporan: Ari Harahap
Minggu, 28 November 2021 | 11:25 WIB
Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra/ Ig @yusrilihzamhd
Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra/ Ig @yusrilihzamhd

SinPo.id - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dianggap tidak punya pilihan kecuali bekerja keras memperbaiki UU Cipta Kerja pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan DPR dan Pemerintah untuk memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu dua tahun ke depan.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan, jika dalam dua tahun tidak diperbaiki, maka semua aturan yang diatur UU Cipta Kerja akan kembali ke undang-undang awal, yang sebelumnya digunakan.

"Ini jelas dapat menimbulkan kekacauan hukum," ujar Yusril dalam keterangannya.

Dalam putusan tersebut, MK melarang Pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana terhadap UU Cipta Kerja selain yang sudah ada. MK juga melarang Pemerintah mengambil kebijakan-kebijakan baru yang berdampak luas yang didasarkan atas UU Cipta Kerja selama UU itu belum diperbaiki.

Yusril menilai Putusan MK itu mempunyai dampak yang luas terhadap Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang kini tinggal lebih kurang tiga tahun lagi.

Menurutnya, Pemerintah Presiden Joko Widodo ingin melakukan kebijakan-kebijakan super cepat yang sebagian besar justru didasarkan kepada UU Cipta Kerja itu. Tanpa perbaikan segera, kebijakan-kebijakan baru yang akan diambil Presiden otomatis terhenti.

"Ini berpotensi melumpuhkan Pemerintah yang justru ingin bertindak cepat memulihkan ekonomi yang terganggu akibat pandemi," kata Yusril.

Oleh karena itu, mantan Menteri Hukum dan HAM itu memberikan dua cara kepada pemerintah untuk mengatasi hal tersebut.

Pertama. Yusril menyarankan untuk memperkuat Kementerian Hukum dan HAM sebagai law centre dan menjadi leader dalam merevisi UU Cipta Kerja.

Kedua, Pemerintah dapat segera membentuk Kementerian Legislasi Nasional yang bertugas menata dan merapikan semua peraturan perundang-undangan dari pusat sampai ke daerah.

Yusril mengatakan, keberadaan kementerian baru itu sebenarnya sudah disepakati antara pemerintah dengan DPR pada akhir periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Namun hingga kini kesepakatan itu belum dilaksanakan karena mungkin terbentur dengan pembatasan jumlah kementerian yang diatur dalam UU Kementerian Negara," tutupnya.sinpo

Komentar: