ICW Hingga PKS Kritik Pelantikan 5 Pj Gubernur Yang Dinilai Abaikan Putusan MK Dan Tidak Transparan

Laporan: Samsudin
Jumat, 13 Mei 2022 | 12:38 WIB
Mendagri melantik 5 Pj Gubernur, Kamis (12/5)/net
Mendagri melantik 5 Pj Gubernur, Kamis (12/5)/net

SinPo.id - Pelantikan Lima Penjabat (Pj) Gubernur oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Kamis (12/5) menuai kritikan tajam. Kritikan disampaikan peneliti ICW maupun politisi PKS, Mardani Ali Sera.

Pelantikan itu tak hanya dinilai tidak transparan, tetapi juga mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK yang dimaksud antara lain putusan MK dalam perkara 67/PUU-XIX/2021 dan perkara nomor 15/PUU-XX/2022 terkait uji materi Pasal 201 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) mengenai pengangkatan penjabat kepala daerah.

Dalam pertimbangan hukum putusan MK tersebut, diminta agar pemerintah membuat aturan turunan terkait mekanisme pengangkatan penjabat kepala daerah.

Menurut Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera menyebut, proses pengangkatan hingga pelantikan lima PJ Gubernur, tersebut mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga rawan digugat.

“Ada catatan besar, dilakukan tidak mengikuti putusan MK yang meminta ada aturan turunan untuk para penjabat kepala daerah akibat pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 sehingga posisi lima kepala daerah yang dilantik hari ini rawan digugat oleh publik,” kata Mardani, kemarin.

Mardani tak memungkiri, pelantikan lima Pj Gubernur memang mendesak dilakukan, karena masa jabatan kepala daerah definitif sudah berakhir.

Karena itu, pemerintah menggelar pelantikan para penjabat tersebut agar tidak ada kekosongan kekuasaan.

“Tetapi ini murni kesalahan pemerintah yang tidak segera menindaklanjuti putusan MK. Padahal semua tahu putusan MK itu final dan mengikat. Karena itu sekali lagi diingatkan pada Presiden selaku pimpinan eksekutif segera laksanakan putusan MK untuk membuat turunan aturan penjabat kepala daerah,” ucap Mardani.

Terpisah,  Kepala Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha menyebut proses pengangkatan lima penjabat (pj) kepala daerah tidak transparan, sehingga dikhawatirkan mengarah pada terjadinya praktik korupsi.
 
"Dengan adanya proses yang tidak transparan, partisipatif, dan akuntabel, ruang gelap untuk terjadinya praktik korupsi akan semakin terbuka lebar," kata Egi Primayogha, melalui keterangan tertulis, Jumat, (13/5).


Menurut dia, sebelum dilantik nama-nama calon penjabat tidak pernah disosialisasikan. Bahkan, publik tak dilibatkan dan diberikan informasi yang jelas mengenai prosesnya. 
 
"Selain itu, tidak pernah ada informasi mengenai rekam jejak, kapasitas, integritas, serta potensi konflik kepentingan yang dimiliki oleh para calon penjabat kepala daerah," ujar Egi.
 
ICW juga menyoroti minimnya informasi mengenai afiliasi para calon penjabat kepala daerah. Mulai dari afiliasi dengan pebisnis, politisi, atau pihak lain yang memiliki kepentingan. 
 
"Ini penting agar publik dapat mengawasi potensi konflik kepentingan yang mereka miliki. Perlu diingat bahwa konflik kepentingan adalah pintu masuk korupsi," jelas Egi.
 
Konstitusi, kata Egi, telah mengamanatkan kepala daerah dipilih secara demokratis. Namun, pemerintah dinilai abai terhadap hal itu. 
 
"Proses pengangkatan sepatutnya melibatkan pihak lain di luar pemerintah. Proses itu pun juga semestinya diatur dalam aturan teknis sebagai turunan dari Undang-Undang Pilkada. Namun, sayangnya hal itu tidak diatur," ucap Egi.
 sinpo

Komentar: