Ubedilah Badrun: Semoga Legal Standing PKS Bisa Sekaligus Membuat MK Batalkan PT

Laporan: Tri Bowo Santoso
Selasa, 26 Juli 2022 | 05:33 WIB
Akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun. Foto:Istimewa
Akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun. Foto:Istimewa

SinPo.id - Akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun berharap, permohonan PKS menguji Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu yang mengatur soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dapat mengubah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang terdahulu.

"Semoga legal standing yang dimiliki PKS cukup memiliki dasar untuk MK membatalkan presidential threshold menjadi 0 persen," ujar Ubedilah, Senin, 25 Juli 2022.

Pria yang karib disapa Ubed ini meyakini, PKS memiliki hak untuk menguji presidential threshold. Hanya saja, kata Ubed, kurang tepat bila PKS hanya meminta MK untuk mengubah besaran angka ambang batas.

"Jika PKS menawarkan solusi presidential threshold menjadi antara 7 persen sampai 9 persen itu hak konstitisional PKS karena memperoleh suara nasional sebesar 8,21 persen pada pemilu 2019 lalu," tutur Ubed.

"Tetapi, secara konstitusional sesungguhnya presidential threshold tidak dapat dibenarkan berapapun thresholdnya sebab sudah cukup ada parliamentary threshold," sambungnya.

Meski demikian, Ubed mengapresiasi langkah PKS dalam mengajukan gugatan norma ambang batas pencalonan presiden ke MK.

"Saya kira sebagai upaya menolak presidential threshold apa yang dilakukan PKS patut dilihat sebagai bentuk perlawanan," demikian Ubed.

Sebagaimana diketahui, PKS telah mengajukan permohonan uji materiil presidential threshold ke Kantor MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Juli 2022.

Saat itu yang memimpin proses pendaftaran permohonan gugatan itu ialah Presiden PKS Ahmad Syaikhu, yang meminta MK mengubah presidential threshold menjadi 7 sampai 9 persen.

Syaikhu mendalilkan, PKS mengikuti alur pemikiran MK yang telah mengadili setidaknya 30 permohonan uji materi terkait Pasal 222 UU Pemilu.

MK menyebutkan bahwa angka presidential threshold sebagai open legal policy pembentuk undang-undang, dan PKS sepakat dengan argumentasi ini.

Hanya saja, Syaikhu memandang seharusnya open legal policy tersebut disertai dengan landasan rasional dan proporsional, agar tidak bertentangan dengan UUD 1945. 

 sinpo

Komentar: