MK Tolak Permohonan Partai Buruh Soal Verifikasi Parpol

Laporan: Sinpo
Jumat, 30 September 2022 | 18:00 WIB
Sembilan Hakim Mahkmah Konstitusi (MK) bersama Presiden Jokowi berfoto di Gedung MK. Foto: Istimewa
Sembilan Hakim Mahkmah Konstitusi (MK) bersama Presiden Jokowi berfoto di Gedung MK. Foto: Istimewa

SinPo.id -  Mahkamah telah memberikan penilaian atas ketentuan norma Pasal 173 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dalam Putusan Nomor 55/PUU-XVIII/2020, dan Pasal 177 huruf f, Pasal 75 ayat (4), Pasal 145 ayat (4), serta Pasal 161 ayat (2) UU Pemilu adalah tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 22E ayat (3) dan ayat (5), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), serta Pasal 28I ayat (4) UUD 1945. 

“Sehingga dalil Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” kata Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, seperti dilansir laman mahakamahkonstitusi.

Pernyataan itu disampaikan saat membacakan pertimbangan hukum Mahkamah dalam Sidang Pengucapan Putusan Nomor 78/PUU-XX/2022 yang digelar di Mahkamah Konstitusi secara daring pada Kamis 29 September 2022. 

Permohonan pengujian materi UU Pemilu ini diajukan oleh Partai Buruh yang diwakili Said Iqbal (Presiden Partai Buruh) dan Ferri Nuzarli (Sekretaris Jenderal Partai Buruh).

Mahkamah dalam pertimbangan hukum juga mengatakan ketentuan norma Pasal 75 ayat (4), Pasal 145 ayat (4), dan Pasal 161 ayat (2) UU Pemilu yang kesemuanya berkenaan dengan frasa “Wajib berkonsultasi dengan DPR” telah ternyata tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 sebagaimana didalilkan oleh Pemohon. Terlebih lagi, dalam norma Pasal 75 ayat (4), Pasal 145 ayat (4), dan Pasal 161 ayat (2) UU 7/2017 yang kesemuanya dimohonkan oleh Pemohon tidak terdapat kata “mengikat”, sehingga tidak terdapat alasan untuk menambah frasa “tidak mengikat” sebagaimana yang dimohonkan oleh Pemohon. Dengan demikian, sambung Manahan, dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Selanjutnya terhadap pengujian norma Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu yang telah dimaknai oleh Putusan MK Nomor 55/PUUXVIII/2020 dan ditegaskan kembali dalam Putusan MK Nomor 64/PUU-XX/2022, terdapat 3 (tiga) orang Hakim Konstitusi, yakni Hakim Konstitusi Suhartoyo, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih yang mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion). 

Kendati demikian Mahkamah tetap berpendirian untuk dilakukan verifikasi, baik secara administratif maupun secara faktual untuk semua partai calon peserta pemilu.

“Menimbang terhadap hal-hal lain dari permohonan Pemohon yang dipandang tidak relevan sehingga tidak dipertimbangkan lebih lanjut. Maka, berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum tersebut, Mahkamah berkesimpulan Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo; Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo; Permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Anwar Usman saat membacakan Konklusi terhadap dalil Pemohon yang berpendapat Pasal 173 ayat (1) dan Pasal 177 huruf f UU Pemilu sepanjang frasa “penduduk pada setiap kabupaten/kota” serta Pasal Pasal 75 ayat (4), Pasal 145 ayat (4), Pasal 161 ayat (2) UU Pemilu sepanjang frasa “wajib berkonsultasi dengan DPR” bertentangan dengan UUD 1945.

Alhasil, dalam amar Putusan Nomor 78/PUU-XX/2022 Mahkamah menyatakan menolak permohonan Partai Buruh. “Amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” tegas Anwar.
 sinpo

Komentar: