Pemblokiran Delapan Platform Digital Menuai Gugatan

Laporan: Sinpo
Rabu, 30 November 2022 | 21:37 WIB
Ilustrasi (SinPo.id/Pixabay.com)
Ilustrasi (SinPo.id/Pixabay.com)

SinPo.id -  Tim Advokasi Kebebasan Digital menggugat Kementerian Komunikasi dan Informatika ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Rabu, 30 November 2022 tadi siang. Para penggugat terdiri dari dua individu yakni Isdaru Pratanto dan Krishna Wisnuputra serta dua lembaga nonpemerintah yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia serta Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI).

“Gugatan tersebut terkait tindakan Kominfo memutus akses delapan platform digital yang belum melakukan registrasi pada 30 Juli 2022 yakni PayPal, Yahoo, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, Xandr.com, dan Origin (EA),” tulis pernyataan resmi Tim Advokasi Kebebasan Digital.

Pemutusan akses tersebut merupakan pelaksanaan Peraturan Menteri Kominfo No 5 Tahun 2020 /2020, yang diubah melalui Permen Kominfo 10/2021. Selain itu menimbulkan kerugian materil dan immateril bagi para penggugat, seperti tidak bisa mengakses delapan aplikasi tersebut serta kehilangan pendapatan dan pekerjaan.

Di antara penggungat Isdaru Pratanto dan Krishna Wisnuputra mengaku kehilangan akses akun pada Steam yang digunakan untuk melayani transaksi jual beli gim dan perangkat lunak. Isdaru dan Khrisna adalah dua dari 213 pangadu yang melapor ke Posko LBH Jakarta saat pemutusan akses terjadi. Dari pengaduan yang masuk, 47 orang di antaranya mengalami kerugiaan material sebesar Rp1,5 miliar karena tak bisa mengakses aplikasi keuangan Paypal.

Sedangkan Posko pengaduaan Sindikasi mencatat terdapat 44 anggotanya yang terdampak langsung dari pemblokiran 30 Juli 2022 dengan kerugian sekitar Rp 136 juta. “Sedangkan pengaduan yang diterima AJI Indonesia dan LBH Pers terdapat delapan jurnalis yang terdampak dengan kerugian Rp36 juta,” ujar Sekretaris AJI Indonesia, Ika Ningtyas .

Ika mengatakan pemutusan akses tersebut melanggar hak ekonomi, menghambat kerja-kerja jurnalis, dan menghalangi publik mendapatkan informasi. Dampak tersebut terjadi karena selama ini regulasi tersebut dibuat tanpa melibatkan partisipasi publik yang bermakna.

“Kominfo seharusnya belajar dan memperbaiki kebijakan internet, setelah PTUN menyatakan pemutusan internet di Papua pada 2019 melanggar undang-undang karena menghambat kebebasan berekspresi, kebebasan pers dan hak publik atas informasi,” kata Ika.

Ketua SINDIKASI, Nur Aini mengatakan dampak yang ditimbulkan oleh Permenkominfo No 5/2020 tidak selesai dengan pembukaan pemblokiran situs karena ancaman kebebasan pers dan ketidakpastian keamanan data serta pekerjaan bagi pekerja media dan industri kreatif terus ada selama aturan tidak dicabut.

Terlebih, tidak ada tanggung jawab pemerintah atas dampak pemblokiran yang telah dilakukan, padahal kerugian pekerja jelas dari material maupun immaterial seperti tidak bisa mengakses pendapatan, kehilangan upah, hingga kehilangan klien atau pekerjaan.

“Oleh karena itu, SINDIKASI bergabung dengan Tim Advokasi Kebebasan Digital untuk menuntut pemerintah atau Kemenkominfo bertanggung jawab. Kami mengajak publik untuk mendukung dan memviralkan pencabutan Permenkominfo 5/2020 karena ancamannya nyata,” ujar Nur Aini.sinpo

Komentar: