MK: Penentuan Batas Usia Capres-Cawapres Kewenangan Pembentuk UU

Laporan: Tim Redaksi
Kamis, 01 Februari 2024 | 02:03 WIB
Foto Humas MK/Ifa.
Foto Humas MK/Ifa.

SinPo.id -  Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya permohonan Perkara Nomor 156/PUU-XXI/2023 mengenai ketentuan persyaratan usia minimal menjadi calon presiden dan calon wakil presiden (capres cawapres) dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sebagaimana telah dimaknai MK dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Perkara ini diajukan jaksa sekaligus pengamat hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Jovi Andrea Bachtiar (Pemohon I) bersama konsultan hukum dan pengamat hukum tata negara Universitas Riau Alfin Julian Nanda (Pemohon II).

Dalam pertimbangan hukum Mahkamah, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan penentuan batas usia merupakan wilayah kewenangan pembentuk undang-undang, sepanjang tidak bertentangan dengan moralitas, rasionalitas, dan menimbulkan ketidakadilan yang intolerable. Karena itu, terhadap persoalan dalam permohonan a quo pun, Mahkamah memandang tepat jika hal ini diserahkan kepada pembentuk UU untuk merevisi atau menyesuaikan perumusan norma Pasal 169 huruf q UU Pemilu usai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.

“Dengan demikian, tidak ada pengambilalihan kewenangan pembentuk undang-undang berkenaan dengan pemaknaan norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017,” kata Enny dalam sidang putusan yang digelar pada Rabu (31/1/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.

Enny juga mengatakan, ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak bertentangan dengan prinsip negara hukum, prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, prinsip integritas, adil, dan negarawan, serta prinsip perlindungan, pemajuan, penegakan, dan prinsip pemenuhan hak asasi manusia yang ditentukan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24C ayat (5), dan Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 bukan sebagaimana dalil para Pemohon. Selain itu, MK menegaskan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 telah final dan tetap mempunyai hukum mengikat dan tidak melanggar prinsip kekuasaan kehakiman dalam Pasal 17 ayat (4) dan ayat (5) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Mahkamah menyatakan adanya dasar pengujian yang berbeda dalam permohonan ini yaitu menggunakan dasar pengujian Pasal 1 ayat (3), Pasal 24C ayat (5), dan Pasal 28I ayat (4) UUD 1945, sehingga permohonan a quo dapat diajukan kembali. Di sisi lain, Permohon ini diputus Mahkamah tanpa mendengarkan keterangan pihak-pihak, karena Mahkamah berpendapat tidak terdapat urgensi dan relevansinya untuk mendengar keterangan pihak-pihak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 54 UU MK.

Sebagai informasi, para Pemohon Perkara Nomor 156/PUU-XXI/2023 tidak memperbaiki permohonan hingga digelar sidang perbaikan permohonan pada Senin (15/1/2024). Para Pemohon menyampaikan kembali petitum yang dimohonkan pada sidang tersebut. Para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 untuk dimaknai menjadi “berusia paling rendah 40 tahun atau telah pernah menyelesaikan masa jabatan minimal satu periode penuh sebagai pejabat negara yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.” Polemik batas usia capres dan cawapres berakhir dengan diputusnya permohonan yang diajukan Mahasiswa Universitas Surakarta Almas Tsaqibbirru dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Dalam putusan tersebut, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan yang menguji Pasal 169 huruf q UU Pemilusinpo

Komentar: