Mengenal Sidang Isbat, Proses Penting Penentuan Awal Puasa Ramadan 2024

Laporan: Tim Redaksi
Minggu, 10 Maret 2024 | 09:30 WIB
Peneropongan hilal saat sidang isbat. (foto:kemenag.go.id)
Peneropongan hilal saat sidang isbat. (foto:kemenag.go.id)

SinPo.id - Puasa Ramadan 2024/1445 H akan tiba dalam hitungan hari saja. Akan tetapi, sebelum memutuskan kapan awal ramadan, biasanya pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) terlebih dahulu melakukan sidang isbat.

Sidang Isbat atau sidang penetapan dilaksanakan oleh Kemenag untuk menetapkan awal Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha. Untuk ramadan 1445 H, sidang isbat akan digelar pada hari Minggu 10 Maret 2024.

Sejatinya, Kementerian Agama rutin menggelar sidang isbat (penetapan) awal Ramadan, Syawwal, dan Zulhijjah. Hal ini sudah berlangsung sejak dekade 1950-an dan sebagian sumber menyebut tahun 1962. Hasil sidang isbat diumumkan oleh Menteri Agama dan itu menjadi momen yang ditunggu masyarakat.

Melansir laman resmi Kemenag, dalam prosesnya, sidang isbat menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, ahli ilmu falak dari berbagai ormas Islam, termasuk instansi terkait dalam menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. 

Sidang ini dihadiri juga Duta Besar Negara Sahabat, Ketua Komisi VIII DPR RI, Perwakilan Mahkamah Agung, Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Perwakilan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Perwakilan Badan Informasi Geospasial (BIG), Perwakilan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Kemudian ada Perwakilan Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB), Perwakilan Planetarium Jakarta, Pakar Falak dari Ormas-ormas Islam, Anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama, dan Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam dan Pondok Pesantren.

Di dalam sejarah pelaksanaan sidang isbat terdokumentasi dengan baik lewat Surat Keputusan Menteri Agama RI. Sidang isbat (penetapan) awal Ramadan dan Syawal biasa dipimpin langsung oleh Menteri Agama secara resmi. 

Sidang isbat sendiri sudah mulai diterapkan sejak tahun 1950-an. Saat pelaksanaan sidang isbat hasil dari hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan) dikaji bersama-sama agar mendapatkan keputusan yang tepat dan terbaik. 

Salah satu langkah monumental Kementerian Agama tahun 1970-an ialah membentuk Badan Hisab dan Rukyat (BHR). Badan Hisab dan Rukyat dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 76 Tahun 1972 dan pertama kali diketuai oleh Sa’adoeddin Djambek, seorang pakar ilmu falak terkemuka Muhammadiyah.

Keanggotaan Badan Hisab dan Rukyat terdiri dari para ulama/ahli yang berkompeten dari berbagai unsur organisasi dan instansi terkait.

Saat itu,  Menteri Agama periode 1971 – 1978 Prof. H.A. Mukti Ali sewaktu melantik anggota Badan Hisab dan Rukyat, Agustus 1972, menyampaikan tiga hal berkenaan dengan peran dan tugas Badan Hisab dan Rukyat, sebagai berikut:

1. Menentukan hari-hari besar Islam dan hari libur nasional yang berlaku seluruh Indonesia.

2. Menyatukan penentuan awal bulan Islam yang berkaitan dengan ibadah umat Islam, seperti 1 Ramadan, 1 Syawal (Idul Fitri), 10 Zulhijjah (Idul Adha).

3. menjaga persatuan umat Islam, mengatasi pertentangan dan perbedaan dalam pandangan ahli hisab dan rukyat dan meminimalisir adanya perbedaan dalam partisipasi untuk membangun bangsa dan negara.

Badan Hisab dan Rukyat yang berada di bawah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam sejak dekade terakhir diubah menjadi Tim Hisab dan Rukyat, dan belakangan Tim Unifikasi Kalender Hijriyah. sinpo

Komentar: