PKS Ungkap Alasan Pilih Presidential Threshold 7 hingga 9 Persen

Laporan: Tri Bowo Santoso
Rabu, 27 Juli 2022 | 00:07 WIB
Presiden PKS, Ahmad Syaikhu. Foto: PKS
Presiden PKS, Ahmad Syaikhu. Foto: PKS

SinPo.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana judicial review yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terkait pasal 222 UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Pasal 222 tersebut terkait dengan ambang batas presidential threshold (PT) sebesar 20 persen.

Dalam permohonannya, PKS meminta agar ambang batas pencalonan calon presiden dan calon wakil presiden menjadi 7 sampai 9 persen.

Presiden PKS Ahmad Syaikhu sebagai pemohon I, mengungkap, alasan PKS melakukan judicial review, karena ada keterpanggilan untuk memperbaiki kondisi bangsa yang telah terpecah belah berdasarkan evaluasi pihaknya terhadap pemilihan presiden sebelumnya.

"Hadirnya pasal 222 UU Pemilu yang memuat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen, kursi DPR atau 25 persen suara nasional membuat terbatasnya pasangan capres dan wakil presiden yang dihadirkan kepada pemilih," kata Syaikhu secara virtual di DPP PKS, Jakarta Selatan, Selasa, 26 Juli 2022.

Faktanya, sebut Syaikhu, dalam Pilpres dua periode terakhir, hanya bisa hadirkan 2 pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Meski demikian, Syaikhu tak mengelak bahwa  kehadiran PT memiliki tujuan yang sangat bagus.

Dia memahami argumentasi sistem PT yang disampaikan mahkamah dalam keputusan sebelumnya.

"Namun selain penguatan sistem presidential kami juga merasa perlu menyampaikan bahwa poin penting penguatan demokrasi dalam kedaulatan rakyat yg tidak boleh dilupakan dan ditinggalkan," tukas Syaikhu.

"PT 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional di Pasal 222 jelas membatasi prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat, yang dalam UUD 1945 serta menjadi acuan dalam pemilu di Indonesia," ujar Syaikhu.

Karena itu, pihaknya memutuskan mengambil jalan tengah dengan memilih angka 7 sampai 9 persen melalui uji materi di MK.

"Permohonan ini kami sampaikan dengan alasan bahwa kami memahami dan menghargai keputusan mahkamah sebelumnya yang dinyatakan bahwa terkait angka PT merupakan contoh legal policy, kebijakan hukum terbuka dari UU," kata dia.

Dia mengatakan kebijakan hukum terbuka ini harus memiliki batasan yang proporsional dan implementatif. Dengan demikian, Syaikhu meyakini, hal itu tidak merugikan hak konstitusional pemohon.

"Setelah menyadari keputusan mahkamah, kami memahami bahwa pihak yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian konstitusional Pasal 222 UU Nomor 7 2017, adalah parpol atau gabungan parpol peserta pemilu sebelumnya," kata dia.

"Karena itu, kami merasa mimiliki panggilan konstitusional untuk berkontribusi menyelesaikan kegelisahan masyarkat demi kehidupan demokrasi yg lebih berkualitas di Indonesia," pungkas Syaikhu.

 sinpo

Komentar: