Ketua MPR: Pemakzulan Jokowi Jauh Panggang dari Api

Laporan: Juven Martua Sitompul
Rabu, 17 Januari 2024 | 19:10 WIB
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (SinPo.id/ Ashar)
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (SinPo.id/ Ashar)

SinPo.id - Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menilai upaya pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) butuh proses yang panjang. Upaya itu bahkan dinilai tak realistis atau jauh panggang dari api.

"Soal pemakzulan sangat jauh panggang dari api. Karena harus melalui mekanisme hak angket," kata Bamsoet usai acara peluncuran buku 'Konstitusi Butuh Pintu Darurat' di Parle Senayan Cafe & Rest Senayan Park Jakarta, Rabu, 17 Januari 2024.

Bamsoet menekankan proses hak angket berada di DPR. Dalam praktiknya, hak angket tersebut harus didukung 25 anggota DPR dan keputusannya harus melalui sidang paripurna.

"Hak angket itu prosesnya di DPR. Seperti kami dulu inisiator kasus skandal Bank Century, itu mendorong hak angket, itu ujungnya impeachment. Tapi kan sulit, jadi harus didukung pertama oleh 25 anggota DPR, lebih dari dua fraksi. Tapi kemudian kita harus memberikan argumen yang kuat lalu diputuskan di sidang paripurna. Apakah semua partai setuju? Belum tentu, jadi masih jauh," ucapnya.

Bamsoet mengatakan pembahasan terkait pemakzulan tersebut akan panjang. Putusan sidang paripurna selanjutnya harus diuji kembali oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Lalu pembahasannya pun panjang, lalu harus ada lagi diuji materil lagi di MK, diuji lagi di MK. Nah kalau MK setuju baru bisa lanjut ke sidang, tapi kalau MK tidak sependapat nggak bisa, jadi jauh dari panggang dari pada api," tuturnya.

Sebelumnya, sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 100 mendatangi Menko Polhukam Mahfud Md untuk menyampaikan permintaan mengenai pemakzulan Presiden Jokowi. Mereka datang untuk mengusulkan pemakzulan Presiden Jokowi dari pemilu.

"Mereka minta pemakzulan Pak Jokowi, minta pemilu tanpa Pak Jokowi," kata Mahfud Md beberapa waktu lalu.

Mahfud mengatakan dalam UUD ada 5 syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan hal tersebut. Satu, presiden terlibat korupsi. Kedua, terlibat penyuapan. Ketiga, melakukan penganiayaan berat atau kejahatan berat, misalnya membunuh atau sebagainya.

"Lalu yang keempat melanggar ideologi negara. Nah yang kelima, melanggar kepantasan, melanggar etika gitu," katanya.sinpo

Komentar: