BAJU ADAT SERAGAM SEKOLAH

Pakaian Adat Jadi Seragam Sekolah, DPR: Membebani dan Merepotkan!

Laporan: Juven Martua Sitompul
Rabu, 17 April 2024 | 16:43 WIB
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda (SinPo.id/ Parlementaria)
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda (SinPo.id/ Parlementaria)

SinPo.id - Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengkritisi penerapan pakaian adat yang diterapkan menjadi seragam sekolah oleh Disdik Depok berdasarkan Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022. Kebijakan tersebut dinilai akan membebani dan merepotkan orang tua murid.

"Jadi apapun lah dalihnya, misal menyangkut pakaian adat dan seterusnya itu. Jadi semangatnya ini bukan sesuatu yang sifatnya wajib dilaksanakan di sekolah," kata Huda kepada wartawan, Jakarta, Rabu, 17 April 2024.

Huda menyatakan secara prinsip sekolah harus menjadi tempat yang ramah bagi siswa dan orang tua siswa. Dia menyebut segala kebijakan yang membebani biaya harus dievaluasi.

"Iya prinsipnya sekolah harus menjadi tempat ramah bagi siswa ya, ramah dalam proses pembelajaran, ramah dalam konteks tidak memberatkan, ramah pada siswa dan orang tua, ramah pada konteks penegakan disiplin dan seterusnya itu. Jadi sesuatu yang sifatnya membebani dan menjadi cost baru di sekolah, kita minta untuk, apapun ininya ya kepentingannya, kita minta dievaluasi," kata Huda.

Dia juga menyinggung sudah adanya aturan seragam nasional untuk dipakai pada hari Senin hingga Kamis. Karena itu, menurutnya penerapan pakaian adat terlalu jauh.

"Karena kita tahu seragam nasional itu dipakai mulai Senin-Kamis, artinya sebenarnya hanya ada sisa 1 hari kan hari Jumat, gitu. Nah kalau lalu hanya satu hari dan itu dimaknai harus gunakan pakaian adat saya kira tidak harus sampai sejauh itu," kata dia.

Huda juga mengomentari Pasal 12 Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022 tentang pengadaan pakaian seragam sekolah menjadi tanggung jawab orang tua wali murid tetapi bisa dibantu oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dia menilai aturan itu harus dikaji betul-betul oleh pihak sekolah.

"Ya karena itu jadi saya kira konteksnya tidak wajib dan ini fleksibel, betul-betul pihak sekolah, satuan sekolah mengkaji betul kira-kira apakah kebijakan ini memberatkan atau tidak, toh itu hanya sehari juga sebenarnya. Jumat atau peringatan hari-hari tertentu kan sebenarnya. Kalau saya usul sudah pakai baju biasa saja, iya atau batik betul," ujarnya.

Selain itu, Huda menilai penerapan pakaian adat ini tidak cuma membebani, tetapi juga merepotkan orang tua murid. Dia pun menganggap Kemendikbudristek tidak konsisten terkait isu ekstrakurikuler Pramuka yang ditiadakan karena alasan membenani.

"Merepotkan, di daerah itu kan ini menjadi unit komersial lagi yang terjadi itu, kita ingin hindari itu. Nah Kemendikbud saya kira tidak konsisten ya, ketika dia melarang ekstrakurikuler Pramuka, salah satu yang mereka tidak mau kan pengadaan seragam pramuka itu dan kegiatannya katanya membenani, gitu," ucapnya.

"Sekali lagi kalau perlu Kemendikbud buat surat edaran baru yang intinya semua hal yang terkait dengan pengadaan seragam dan seterusnya, saya kira tidak perlu dijadikan opsi, biar itu menjadi sesuatu yang berjalan biasa di sekolah dan sekali lagi sekolah harus terbebas ramah dari semua yang semangatnya komersial dan membenani siswa dan orang tua siswa," timpal dia.

Sebelumnya, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok akan menerapkan pakaian adat untuk seragam pelajar jenjang SD, SMP, dan SMA. Penerapan pakaian adat untuk seragam pelajar ini akan berlaku pada tahun ajaran baru.

"Jenis baru mengenai seragam sekolah yang akan digunakan oleh para siswa jenjang SD hingga SMA tersebut adalah pakaian adat," kata Kadisdik Kota Depok Siti Chaerijah saat dihubungi wartawan.sinpo

Komentar: